Friday, December 7, 2012

Potensi dan Realita Ancaman Open Sky 2015


Saat ini salah satu sektor yang tengah berkembang pesat di Indonesia adalah sektor perhubungan udara. Industri angkutan udara di Indonesia sebagai sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia, memang masih harus menunggu waktu untuk mengalami perkembangan besar-besaran. Terlebih lagi secara geografis letak Indonesia yang berada di sepanjang garis khatulistiwa dan tepat menghubungkan dua benua dan dua samudera sekaligus sangat menguntungkan. Keberadaan indonesia menjadi sangat strategis dalam berbagai aspek hubungan antar negara di dunia, terutama di wilayah pasifik. Lebih dari itu, pertumbuhan penumpang dan barang di sektor perhubungan udara tengah meningkat signifikan dalam 5 sampai 10 tahun terakhir. Mengacu kepada data yang ada di INACA (Indonesia National Air Carriers Association), pertumbuhan penumpang di Indonesia telah bergerak 12 hingga 15% per tahunnya. Sementara itu, khusus untuk International Airport Soekarno-Hatta yang dapat menampung 23 juta penumpang per tahun, ternyata di tahun 2011 terpaksa memfasilitasi 51,5 juta penumpang.

Sejak 10 tahun yang lalu telah direncanakan dan akan diberlakukan ASEAN Open Sky 2015. Belum banyak masyarakat yang tahu. Mungkin kita juga belum sadar dampak yang akan terjadi jika wilayah kedaulatan udara kita dibebaskan kepada negara lain untuk dikendalikan oleh mereka karena kita belum mampu mengatur keselamatan dunia penerbangan di atas wilayah teritorial NKRI.

Pertimbangan satu-satunya adanya ASEAN Open Sky 2015 adalah keuntungan yang akan didapat dari segi ekonomi. kebijakan Open Sky mampu menyumbang masukan PDB hingga 7 triliun Rupiah dan juga meningkatkan jumlah tenaga sebanyak 32.000 lapangan kerja baru untuk peningkatan perekonomian Indonesia pada tahun 2025. Kebijakan Open Sky yang diterapkan di Uni Eropa, Indonesia sebagai negara yang memiliki komitmen terhadap kebijakan WTO (World Trade Organisation) yang menganut open sky policy, kemudian ikut mengakui dan merelakan membuka semua sektor transportasi udara untuk kepentingan dunia.

Open Sky Policy (Kebijakan Ruang Udara Terbuka) melalui "Roadmap for Integration of ASEAN Competitive Air Service Policy" telah ditindaklanjuti oleh Indonesia melalui pengesahan Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 pasal 90 tentang "penerbangan". Isinya, akan dibuka akses penerbangan bebas dari dan ke Indonesia yang dilakukan secara bertahap berdasarkan perjanjian bilateral maupun multilateral, dengan mempertimbangkan kepentingan nasional (national interest). Sementara itu kita tahu bahwa teknologi kedirgantaraan saat ini dikuasai oleh dunia barat terutama negara-negara Eropa. Dan saat ini negara tetangga terdekat kita yang mampu menguasai teknologi kedirgantaraan seperti Australia, Singapore, Thailand, dan Malaysia.

Negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia tidak memiliki bandara Internasional sebanyak di Indonesia. Namun perusahaan penerbangan mereka jauh lebih kuat dan lebih profesional dari Indonesia yang sudah memilik 26 bandara Internasional. Ditambah lagi, wilayah udara Indonesia sangatlah luas, tidak seperti wilayah udara di Eropa sehingga diperkirakan Indonesia akan menghadapi resiko yang lebih tinggi menjelang ASEAN Open Sky 2015.

Namun sangat disayangkan karena pada tahun 2007 hingga saat ini NKRI berada dalam kelompok negara yang mendapat penilaian kategori 2 dari FAA (Federal Aviation Administration) yang mengacu kepada standar keamanan terbang Internasional seperti yang telah ditentukan dalam regulasi ICAO (International Civil Aviation Organization). Masuknya Indonesia dalam kategori 2 menunjukkan bahwa Indonesia belum mampu memenuhi persyaratan minimum keamanan terbang internasional. selain itu, sarana dan prasarana dalam dunia penerbangan masih kurang. Hukum udara dan ruang angkasa yang pasti di Indonesia belum lengkap serta kurang siapnya operator yang berkualifikasi dalam mendukung kegiatan penerbangan. ini semua jika diabaikan dapat berimplikasi pada masalah pertahanan dan keamanan yang cukup serius.

Dengan kondisi seperti itu, Indonesia malah harus berhadapan dengan Asean Single Aviation Market atau OPEN SKY 2015. Lalu bagaimana dan apa yang harus Indonesia lakukan agar tidak tertinggal dengan negara-negara tetangga yang akan segera mendapatkan keuntungan besar dari pertumbuhan pasar angkutan udara yang kini tengah berkembang pesat?

Pertama, Indonesia harus keluar terlebih dahulu dari posisi kategori 2 penilaian FAA. Agak memalukan mengetahui posisi Indonesia dalam hal industri penerbangan sejajar dengan negara-negara kecil seperti Guyana, Nauru, Serbia, Zimbabwe dan Congo.

Indonesia perlu memprioritaskan perubahan bentuk KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi). KNKT yang berada di bawah Menteri Perhubungan harus segera dibentuk dalam format yang baru serta tidak lagi bertanggung jawab kepada Menhub, akan tetapi bertanggung jawab kepada Presiden RI. Selain itu, perlu juga dibentuk sebuah lembaga yang belum pernah ada sebelumnya yang berfungsi menjatuhkan hukuman atau penalti setelah memproses hasil pekerjaan KNKT yang menunjuk pihak yang seharusnya bertanggungjawab.

Pengaturan lalu lintas udara atau ATC (Air Traffic Control) juga perlu diperbaiki agar kinerjanya dapat memenuhi syarat minimum dari aspek keamanan terbang internasional. Hal ini bisa berdampak pada masalah yang lebih serius, yaitu kedaulatan NKRI di udara.

Pengaturan Air Traffic Flow Management System dapat mengusik kedaulatan dan kehormatan republik Indonesia sebagai bangsa. Masalahnya, bila Indonesia dianggap tidak memiliki kemampuan yang setara dengan persyaratan keamanan terbang internasional, seperti yang telah ditetapkan oleh ICAO, maka wewenang pengaturan lalu lintas udara di atas kawasan wilayah kedaulatan RI akan diserahkan kepada Negara lain yang sudah lebih siap. Dalam hal ini, ICAO telah menunjuk Thailand, Singapura dan Australia yang telah sejak lama mempersiapkan diri untuk dapat tampil sebagai pemegang peran sentral dalam pengaturan lalu lintas udara di kawasan regionalnya.

Bila kurang berhati-hati dalam menangani masalah tersebut, maka indonesia akan berhadpan pada situasi yang fatal dalam pengelolaan kawasan udara kedaulatannya. Meskipun dalam Konvensi Chicago 1944 dikatakan bahwa setiap negara berdaulat penuh di kawasan udaranya secara komplit dan eksklusif, tetap saja atas nama keamanan terbang, wewenang dalam mengatur lalu lintas udara dapat didelegasikan kepada negara yang memiliki kemampuan mengelola sesuai standar keamanan terbang internasional. Tidak hanya itu, dalam aspek pertahanan negara, pengelolaan sistem pertahanan udara nasional akan berhadapan dengan banyak kendala terutama dalam mengawasi daerah rawan perbatasan udara dengan banyak negara lain di teritori milik sendiri. Disinilah peran pemerintah RI sangat diperlukan dalam mengatasi kemungkinan buruk yang bisa terjadi ke depan. Tentu saja akan sangat tragis jika hal tersebut sampai terjadi.

Source: Seminar Kajian Intelijen Stratejik Universitas Indonesia

Monday, November 12, 2012

Kontroversi Soekarno sebagai Proklamator atau Pengkhianat


Jauh sebelum penganugerahan gelar Pahlawan Nasional, masalah Soekarno dan berbagai perannya dalam sejarah perjuangan Kemerdekaan RI dan pasca-kemerdekaan, telah melahirkan perdebatan dan kontroversi. Adanya perdebatan dan kontroversi itu ternyata ikut menyebabkan kebingungan di masyarakat Indonesia. Terutama generasi muda yang baru lahir setelah kematian Soekarno pada 1970. Bagaimana sesungguhnya Proklamator itu diposisikan? Apakah Soekarno sungguh seorang pahlawan atau pengkhianat?
Kebingungan generasi muda terjadi karena mereka hanya mengenal Soekarno dari sumber referensi buku sejarah. Tanpa menyadari sejarah Indonesia yang mereka pelajari khususnya bab yang berkisah sekitar peran Soekarno, banyak yang dibelokkan. Soekarno yang diakui bangsa-bangsa di Asia dan Afrika sebagai pemimpin besar, tapi dalam literatur karya sejarawan Indonesia, ia justru dikerdilkan. Rekayasa sejarah dan pengerdilan itu mengakibatkan munculnya fakta yang tidak sesuai dengan logika. Salah satu kontroversi misalnya terkait dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) No.33 tahun 1967.
Ketetapan itu menuding Presiden Sukarno mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan G30S/ PKI dan melindungi tokoh-tokoh G30S/PKI. Dalam kata lain, Soekarno dicap berstatus pengkhianat dan dituduh ikut terlibat dalam G30 S/PKI. TAP MPR NOMOR 33 tahun 1967 dinilai kontroversial dan bertentangan dengan logika karena pada saat peristiwa pembantaian para jenderal TNI 30 September 1965 yang diduga dilakukan oleh PKI sebagai partai yang dituding ingin mengambil kekuasaan di Indonesia, pejabat yang berkuasa pada saat itu adalah Soekarno sendiri.
"Bahwa ada petunjuk-petunjuk, yang Presiden Sukarno telah melakukan kebijaksanaan yang secara tidak langsung menguntungkan G-30-S/PKI dan melindungi tokoh-tokoh G-30-S/PKI," demikian bunyi ketetapan yang dikeluarkan 12 Maret 1967. TAP XXXIII/MPRS/1967 juga turut menyeret-nyeret pendiri Partai Nasional Indonesia itu ke persoalan hukum. Dalam BAB II ketetapan tertulis, "Menetapkan penyelesaian persoalan hukum selanjutnya yang menyangkut Dr. Ir. Sukarno, dilakukan menurut ketentuan-ketentuan hukum dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan, dan menyerahkan pelaksanaannya kepada Pejabat Presiden."
Pada saat itu, Soekarno tidak sekadar Presiden untuk satu periode, tetapi sudah ditetapkan oleh MPR (Gotong Royong) sebagai Presiden seumur hidup. Dia juga menjadi Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia yang membawahi semua kekuatan: Darat, Laut, Udara dan Polisi. Hal ini tentu tidak masuk akal jika Soekarno sebagai presiden yang sedang berkuasa pada masa itu melakukan pemberontakan/pengkhianatan, apalagi terlibat dalam penggulingan kekuasaan atas dirinya sendiri. Bahkan pihak barat sebagai poros politik dunia yang nota bene menjadi lawan Soekarno ikut menilai hal itu tidak logis.
TAP ini merupakan produk pemerintahan Orde Baru, rezim pimpinan Jenderal Soeharto. Jenderal inilah yang mengambil alih hak kepresidenan dari tangan Soekarno di awal 1966. Pengambil-alihan kekuasaan itu menjadi legitimate, karena Soeharto berpegang pada apa yang ia namakan Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar. Dokumen Supersemar kemudian diklaim Soeharto sebagai penugasan Presiden Soekarno kepadanya untuk menjalankan tugas sehari-sehari kepresidenan. Sementara semangat TAP 1967 itu sendiri memposisikan Presiden Soekarno dalam radar tudingan. Soekarno dituduh sebagai salah seorang tokoh nasional yang berada di balik usaha penggulingan kekuasaan yang sah. Pihak yang berusaha menggulingkan kekuasaan adalah oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Brian May, seorang wartawan Amerika Serikat yang menganalisa ataupun membongkar tentang tuduhan keterlibatan Soekarno tersebut juga menilai tidak masuk akal. Brian yang pernah bertugas di Indonesia pada saat TAP itu dilahirkan, tidak sependapat dengan tudingan keterlibatan Soekarno. Ia menuliskan penilaiannya itu dalam bukunya berjudul "The Indonesian Tragedy". Buku itu kemudian dilarang masuk ke Indonesia selama pemerintahan Soeharto (1966-1998).
Kontroversi lain yang terkait dengan pencopotan kekuasaan Presiden Soekarno terletak pada Supersemar 1966. Dokumen yang selama 32 tahun menjadi bukti otentik adanya transfer kekuasaan secara damai dari Orde Lama (Soekarno) ke Orde Baru (Soeharto), hingga Soeharto meninggal, tidak pernah diperlihakan kepada publik. Arsip negara pun kabarnya tidak punya copy apalagi dokumen aslinya. Ada tiga nama yang disebut sebagai saksi dalam dokumen Supersemar tersebut, yakni Basuki Rachmat, Amirmachmud dan Andi M Jusuf. Ketiga jenderal Angkatan Darat di era Orde Baru itu menempati jabatan penting dan ketiganya telah berpulang, sebelum Soeharto meninggal.
Ketua Dewan Pendiri Yayasan Pendidikan Sukarno, Rachmawati Soekarnoputri, menganggap ada kepentingan pragmatis di balik pemberian gelar pahlawan nasional untuk Bung Karno dan Bung Hatta. Kepentingan itu terkait erat dengan masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang akan berakhir pada 2014. Pemberian gelar pahlawan nasional untuk Bung Karno bukan hal yang luar biasa karena tidak diikuti dengan upaya merehabilitasi nama baik Bung Karno yang ditumbangkan dalam kudeta merangkak yang berawal dari peristiwa Oktober 1965 hingga puncaknya pada Sidang Istimewa MPRS 1967. Pemberian gelar pahlawan nasional itu tidak sempurna sebelum TAP MPRS XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Sukarno dibatalkan.
Saat ini Tap MPR nomor 33/MPRS/1967 telah dinyatakan tidak berlaku, melalui Ketetapan MPR nomor 1/MPR/2003 tentang Peninjauan Status Hukum Tap MPRS dan Tap MPR sejak tahun 1960 sampai dengan tahun 2002, sehingga pemberian gelar pahlawan nasional untuk Bung Karno tidak menjadi masalah. Namun hal tersebut belum menghapus tuduhan terhadap Bung Karno yang dianggap telah melakukan pengkhianatan terhadap Negara, yang diperjuangkan sendiri kemerdekaannya. Soeharto memang tidak melakukan tindakan hukum terhadap Soekarno. TAP MPR RI Nomor I/MPR/2003, yang meninjau TAP MPR dari 1960 sampai 2002, juga sudah menyatakan TAP XXXIII/MPRS/1967 tidak memerlukan tindakan hukum apapun.

Wednesday, November 7, 2012

Proklamator RI Akhirnya Menjadi Pahlawan Nasional Juga


Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta akhirnya mendapat gelar pahlawan nasional dari pemerintah. Penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada dwi tunggal proklamator RI tersebut diberikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Rabu (7/11/2012) siang.  Guntur Soekarnoputra mewakili pihak keluarga Soekarno, sementara pihak keluarga Muhammad Hatta diwakili oleh Meutia Hatta pada saat menerima penghargaan gelar pahlawan ini. Penganugerahan ini merupakan rangkaian Hari Pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November.
Gelar pahlawan bagi dwi tunggal proklamator RI tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden RI Nomor 83/TK/TAHUN 2012 tanggal 7 November 2012 tentang penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden RI pertama almarhum Dr. (HC) Ir. Soekarno, dan Keputusan Presiden RI Nomor 84/TK/TAHUM 2012 tanggal 7 November kepada Wakil Presiden RI pertama almarhum Dr. (HC) Drs. Mohammad Hatta.
Dalam pidatonya, Presiden SBY memaparkan alasan pemberian gelar pahlawan nasional kepada dua tokoh bangsa itu. Sosok Bung Karno dan Bung Hatta adalah lambang dan sumber inspirasi perjuangan seluruh bangsa Indonesia di seluruh pelosok negeri. Mereka juga merupakan tokoh yang membangkitkan dan menyatukan bangsa untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan dengan tetes darah, harta dan jiwa. Bung Karno dan Bung Hatta sangat berperan penting dalam menciptakan gagasan dan pemikiran bangsa yang akhirnya dijadikan menjadi landasan konsititusional Republik Indonesia yakni Undang-undang Dasar 1945. Perjuangan Bung Karno dan Bung Hatta telah mengantarkan bangsa ini untuk memiliki gagasan besar seperti ideologi Indonesia, sistem kerayatan, koperasi, dan lainnya. 
Banyak politisi menilai bahwa sosok Soekarno-Hatta lebih dari sekedar pahlawan nasional. Mereka adalah proklamator. Gelar pahlawan nasional ini masih akan diberikan kepada banyak orang yang pernah berjasa untuk kepentingan negara. Namun gelar proklamator hanya diberikan kepada Soekarno dan Mohammad Hatta. Seharusnya gelar pahlawan nasional ini sudah disematkan kepada keduanya oleh pemerintah sejak 67 tahun yang lalu. Bukan sesudah 67 tahun Indonesia merdeka yang jelas sudah sangat terlambat.
meskipun terlambat, namun penganugerahan gelar Pahlawan Nasional ini patut kita apresiasi. Keterlambatan penganugerahan gelar pahlawan ini bisa jadi akibat faktor politis yang terjadi pada pergantian rezim. Hal ini menunjukkan obyektivitas sejarah kadang dikalahkan oleh subyektivitas politik. 

Tuesday, November 6, 2012

SETIA: Roman Berlatar Sejarah

1965. Keadaan politik begitu memanas di Indonesia. Jakarta pun menjadi panggung utama politik perseteruan antara PKI dan lawan-lawannya. Perseteruan yang demikian terjadi ketika Indonesia pada masa itu sedang menghadapi inflasi serta konfrontasi dengan Malaysia. Siapa sangka di tengah-tengah perseteruan itu terbetik kisah cinta dua insan berbeda latar belakang. Hamid dan Rini. Percintaan keduanya pun mendapat banyak tantangan dari sekitar mereka. Terjadinya Peristiwa 1965 membuat keduanya pun terpisah, kemudian saling merindu dan berharap untuk bertemu lagi. Mampukah keduanya bertemu kembali sehingga cinta yang telah ada dalam diri mereka kembali bersemai? Atau malah sebaliknya?


Penulis: Satyakala
Penerbit: Halaman Moeka Publishing
Tebal buku: 215 hal
Ukuran: 14 x 21 cm
Book on Demand

Untuk bisa beli buku ini cukup klik aja halamanmoeka.com
Buku hanya dijual secara online.
Berikut link lebih lanjut untuk buku ini:

Indonesia Terancam Tenggelam di Akhir Abad 21

Indonesia terancam tenggelam di akhir abad 21. Peristiwa tersebut bukan lagi sekedar isapan jempol. 

Itu dikatakan anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Jatna Supriatna. Hal tersebut terjadi bila tidak ada upaya mitigasi yang serius terhadap dampak perubahan iklim yang saat ini tengah melanda seluruh dunia tidak terwujud. 


"Hal paling tidak menguntungkan untuk kita yakni Indonesia sebagai negara kepulauan yang tidak menginduk pada suatu daratan besar. Jadi, tidak ada tempat untuk lari bila kenaikan muka laut ternyata melebihi seluruh daratan kepulauan yang ada," ujar Jatna di Jakarta, Senin (5/11). 


Perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global yang disebabkan kenaikan gas-gas rumah kaca terutama karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). 


Kenaikan gas-gas rumah kaca itu mengakibatkan dua hal utama yang terjadi di lapisan atmosfer paling bawah, yakni fluktuasi curah hujan yang tinggi dan kenaikan muka laut. Sebagai negara kepulauan, Indonesia paling rentan terhadap efek kedua, yakni kenaikan muka laut. 


"Proyeksi kenaikan muka laut untuk wilayah Indonesia, hingga tahun 2100, diperkirakan hingga 1.1 meter. Sepertinya sedikit memang, tapi dampaknya tak main-main yang yakni hilangnya daerah pantai dan pulau-pulau kecil seluas 90.260 km2 atau setara dengan 2.000-an pulau di nusantara," jelas Jatna. 


Masalah itu, menurut Jatna, bahkan mendapat perhatian dunia yang amat serius dalam pertemuan dunia yang membahas Sea Level di San Diego September 2012 lalu. 


Tenggelamnya gugus kepulauan Nusantara tentu saja merupakan bencana yang tidak terelakkan bila Indonesia tidak turut berperan serta secara aktif dalam penurunan tiga derajat suhu di akhir dekade ini. 


Pengamatan temperatur global sejak abad 19, menurut Jatna, menunjukkan adanya perubahan rata-rata temperatur yang menjadi indikator adanya perubahan iklim. 


Perubahan temperatur global ditunjukkan dengan naiknya rata-rata temperatur hingga 0,74 derajat Celcius antara tahun 1906 hingga tahun 2005.


source: Media Indonesia OnLine

Tuesday, March 27, 2012

Smile is easy as you wink ;)

When was the last time you smile? I mean literary smile (stretching your lips as wide as you can).
On Sunday evening i have just realized that i was smiling. It's generous though. But it means something if you smile with no reason. I'm not crazy but yes my soul is blessed.

Smile is the simplest way to feel happy. It's such the simplest action i could express in any depress. By sharing one smile, i feel happy, make other people happy, and everybody looks happy. There was a research over the massive anti-aging formula to keep you stay young longer. The research shows people who smile at least ten times a day looks younger than people who doesn't smile at all, even their lifetime are equal. This is because when you do smile, your skin is being pulled to regenerate its freshness and can reduce wrinkles.

So... can you mention any other reason to not smile? Moreover, it can make your face looks prettier, isn't it?
start your day with one smile, when you woke up, seeing your Mom or Daddy or other relatives, at least... if you are in a deep sh*t trouble, smile to yourself when you reflect.
 

Tuesday, March 6, 2012

Where does Hippolita come from

A friend of mine asked me while he visited my blog, "what does hipolitha mean? Is it kinda abbreviation of your name?"

It sounds like shortening my name, but it is not. I have my own reason why I'm using that name. It's just because I like the name. A friend of mine in my faculty, the one I admire because he's really great at literature, called me Hipolita. Well.. at first it sounded weird for me. But then I find out who's that girl and why did he admire her?

So I asked Mr. Google and found out. There are some versions about the story but I like this version.

Hippolyta is queen of Amazon in Greek mythology. The Amazons were a warrior race of women who were descended of Ares, the god of war. She's a superior archer in Amazon and no other knights can conquer her. She's so undefeated in the battlefield with her Amazons army. She possess a magical girdle she was given by her father. The girdle was a waist belt that signified her authority as queen of the Amazons.
Being of the Amazon tribe, a nation of women warriors whom in Greek mythology burned off their right breasts in order to use a bow and arrow more successfully, and as a rule, abhorred male supremacy; Hippolyta’s surrender to Theseus in battle and married him. Hippolyta’s struggle with her beliefs and her love may be the reason she seemed to have had cold feet in the beginning. She was not excited about her wedding, although they stay true to each other and get married in the end. 
Although, the relationship between Theseus and Hippolyta represents ideal, mature love, and contrasts with the other lovers relationships. Occasionally, they disagree about certain issues, but due to their mature personalities, they are able to confront their problems, resolve them, and let them go.

As Louis Montrose notes in Midsummer of Night's Dream of William Shakespeare where we can see the story of Theseus and Hippolyta: "Amazonian mythology seems symbolically to embody and to control a collective anxiety about the power of a female not only to dominate or reject the male but to create and destroy him." However, Hippolyta attracts Theseus with her feminine allure and charm, to such a degree that Theseus is completely smitten with her. Despite her forceful nature, she becomes the object of Theseus' passion.  By marrying Hippolyta, Theseus is laying down his sword, "the weapon which gave him power and authority over her," and essentially surrendering to her. By the end of the play, Hippolyta has actually added to her power, becoming the queen of a new realm, Athens.

In spite of her surrender to the male supremacy at the end, I still adore Hippolyta. Not only as a superior warrior women, but also to her mature character. Isn't it logic when we're so powerful and suddenly found someone who can smitten us and then we readily let go all we've had?
Whatever it is, I believe Hippolyta has her own reason why she surrender herself to Theseus  whereas she's so powerful. The other reason is just because I like her name. It sounds a bit like my name.